Bahan bakar bio adalah jenis bahan bakar yang diproduksi dari bahan organik yang terbarukan seperti tanaman, alga, limbah organik, atau biomassa lainnya. Bahan bakar bio umumnya dihasilkan melalui proses fermentasi atau konversi termal dari bahan-bahan tersebut.
Contoh bahan bakar bio termasuk bioetanol, biodiesel, biogas, dan biomassa padat (seperti serbuk kayu dan briket). Bahan bakar bio dianggap sebagai alternatif yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan dibandingkan dengan bahan bakar fosil seperti bensin, diesel, dan batu bara, karena sumber daya yang digunakan untuk membuatnya dapat diperbarui dan berpotensi lebih sedikit menyebabkan emisi gas rumah kaca.
Pemanfaatan bahan organik sebagai bahan bakar telah dilakukan selama ribuan tahun oleh manusia, seperti penggunaan kayu, arang, dan jerami sebagai sumber energi. Namun, pengembangan bahan bakar bio modern dimulai pada awal abad ke-20 ketika pertumbuhan kendaraan bermotor memerlukan sumber energi yang lebih efisien dan lebih terjangkau.
Baca Artikel Lainnya : Pengertian Viskositas
Pada 1900-an, petani Amerika Serikat mulai memproduksi etanol dari jagung untuk menggerakkan mesin-mesin mereka. Kemudian, selama periode perang dunia kedua, pengembangan bahan bakar bio semakin berkembang, terutama di Eropa, di mana sumber daya fosil yang terbatas membuat negara-negara seperti Jerman dan Prancis lebih tergantung pada bahan bakar bio.
Pada tahun 1970-an, negara-negara di seluruh dunia mulai memperkenalkan regulasi untuk mengurangi emisi kendaraan bermotor dan mengurangi ketergantungan pada sumber daya fosil yang terbatas. Ini mendorong pengembangan teknologi bahan bakar bio yang lebih maju, termasuk produksi biodiesel dan penggunaan biogas dari limbah organik.
Sejak saat itu, pengembangan teknologi bahan bakar bio terus berlanjut, dengan fokus pada peningkatan efisiensi produksi dan pengurangan biaya produksi. Bahan bakar bio saat ini dianggap sebagai alternatif yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan dibandingkan dengan bahan bakar fosil, dan diharapkan dapat membantu mengurangi emisi gas rumah kaca dan mengurangi ketergantungan pada sumber daya fosil yang terbatas.
Adapun kemudian berikut ini adalah beberapa keuntungan dari penggunaan bahan bakar bio, di antaranya seperti:
Mengurangi emisi gas rumah kaca: Bahan bakar bio menghasilkan emisi karbon yang lebih rendah dibandingkan dengan bahan bakar fosil. Hal ini dapat membantu mengurangi dampak perubahan iklim dengan mengurangi emisi gas rumah kaca.
Meningkatkan keamanan energi: Penggunaan bahan bakar bio dapat mengurangi ketergantungan pada sumber daya energi fosil yang terbatas dan seringkali berasal dari negara-negara yang tidak stabil politiknya.
Mendukung pengembangan ekonomi lokal: Produksi bahan bakar bio dapat mendukung pengembangan industri lokal dan menciptakan lapangan kerja baru, terutama di daerah pedesaan.
Mengurangi polusi udara: Bahan bakar bio menghasilkan emisi yang lebih bersih dan mengurangi polusi udara yang berbahaya bagi kesehatan manusia.
Lebih ramah lingkungan: Bahan bakar bio berasal dari sumber daya terbarukan, sehingga lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan bahan bakar fosil yang berasal dari sumber daya yang terbatas dan tidak dapat diperbarui.
Karena beberapa keuntungan tersebut, penggunaan bahan bakar bio semakin banyak digunakan di seluruh dunia sebagai alternatif yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan bagi bahan bakar fosil.
Kemudian, terdapat beberapa tren dan juga perkembangan terkini yang terkait dengan bahan bakar bio, di mana di antaranya adalah seperti:
Pengembangan bahan bakar bio berbasis limbah: Ada peningkatan fokus pada pengembangan bahan bakar bio yang dihasilkan dari limbah organik, seperti limbah pertanian dan industri, limbah makanan, dan limbah kota. Dalam beberapa tahun terakhir, terdapat kemajuan signifikan dalam teknologi produksi biogas dan bioetanol dari limbah organik.
Peningkatan efisiensi produksi: Para ilmuwan terus berusaha untuk meningkatkan efisiensi produksi bahan bakar bio, termasuk pengembangan proses produksi yang lebih efisien dan bioteknologi untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas bahan baku.
Pengembangan bahan bakar bio berbasis alga: Alga dianggap sebagai sumber bahan bakar bio yang menjanjikan karena pertumbuhannya yang cepat dan kemampuannya
untuk tumbuh di lahan yang tidak produktif. Selama beberapa tahun terakhir, telah ada
peningkatan dalam penelitian dan pengembangan bahan bakar bio berbasis alga.
4. Penggunaan bahan bakar bio dalam transportasi: Bahan bakar bio semakin banyak digunakan dalam transportasi, terutama dalam bentuk bioetanol dan biodiesel. Beberapa negara bahkan telah menetapkan target untuk menggunakan persentase tertentu bahan
bakar bio dalam transportasi.
Namun, perlu dicatat bahwa produksi dan penggunaan bahan bakar bio masih terbatas oleh faktor-faktor seperti ketersediaan bahan baku dan biaya produksi yang relatif tinggi dibandingkan dengan bahan bakar fosil. Oleh karena itu, pengembangan dan penerapan teknologi yang lebih efisien dan terjangkau tetap menjadi tantangan utama bagi bahan bakar bio di masa depan.
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, meskipun bahan bakar bio dianggap sebagai alternatif yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan dibandingkan dengan bahan bakar fosil, masih ada beberapa tantangan yang harus diatasi dalam produksi dan penggunaannya. Berikut ini adalah beberapa contoh tantangan utama dalam bahan bakar bio, yaitu seperti:
Ketersediaan bahan baku: Salah satu tantangan utama dalam produksi bahan bakar bio adalah ketersediaan bahan baku. Bahan bakar bio biasanya dibuat dari tanaman yang dimodifikasi atau limbah organik, namun ketersediaan bahan baku ini terbatas dan tergantung pada musim dan kondisi lingkungan.
Efisiensi produksi: Efisiensi produksi bahan bakar bio masih terbatas dan biaya produksi yang relatif tinggi dibandingkan dengan bahan bakar fosil. Dalam beberapa kasus, produksi bahan bakar bio dapat membutuhkan lebih banyak energi daripada energi yang dihasilkannya.
Dampak lingkungan: Meskipun bahan bakar bio dianggap lebih ramah lingkungan, produksinya dapat menyebabkan dampak lingkungan seperti deforestasi dan penggunaan air yang berlebihan.
Kompetisi dengan lahan pangan: Produksi bahan bakar bio dapat bersaing dengan lahan pangan, karena bahan baku untuk bahan bakar bio sering kali berasal dari tanaman pangan yang juga digunakan untuk produksi makanan.
Standar dan regulasi: Tidak semua negara memiliki standar dan regulasi yang sama untuk bahan bakar bio. Hal ini dapat menyebabkan perbedaan dalam kualitas dan keamanan bahan bakar bio, serta kesulitan dalam perdagangan internasional.
Infrastruktur: Penggunaan bahan bakar bio memerlukan infrastruktur yang khusus, seperti stasiun pengisian bahan bakar dan kendaraan yang kompatibel dengan bahan bakar tersebut. Infrastruktur yang terbatas dapat menjadi hambatan dalam penggunaan bahan bakar bio.
Dalam mengatasi beragam tantangan yang ada tersebut, diperlukan kerjasama dan dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, perusahaan, dan masyarakat. Perkembangan teknologi dan inovasi yang terus dilakukan juga diharapkan dapat membantu meningkatkan efisiensi produksi bahan bakar bio dan mengatasi tantangan lainnya.
Baca Artikel Lainnya : Penegrtian Biodiesel
Di Indonesia, bahan bakar bio telah menjadi bagian penting dari upaya pemerintah untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan meningkatkan keberlanjutan energi. Beberapa jenis bahan bakar bio yang dihasilkan di Indonesia adalah biodiesel, bioetanol, biogas, dan bioavtur.
Biodiesel dihasilkan dari minyak kelapa sawit dan jarak, sementara bioetanol dihasilkan dari bahan baku seperti jagung, singkong, dan tebu. Biogas diproduksi dari limbah organik seperti limbah pertanian, limbah makanan, dan limbah kota. Sementara itu, bioavtur diproduksi dari bahan baku lignoselulosa seperti serat kelapa sawit dan sekam padi.
Pemerintah Indonesia telah menetapkan target untuk meningkatkan produksi dan penggunaan bahan bakar bio. Pada tahun 2025, Indonesia berencana untuk memproduksi 9,2 juta kiloliter bahan bakar bio per tahun, yang terdiri dari 3,3 juta kiloliter biodiesel, 5,8 juta kiloliter bioetanol, dan 0,1 juta kiloliter bioavtur.
Namun, pengembangan bahan bakar bio di Indonesia masih menghadapi beberapa tantangan, seperti ketersediaan bahan baku yang terbatas, biaya produksi yang tinggi, dan infrastruktur yang belum memadai. Selain itu, terdapat juga beberapa perbedaan pendapat di kalangan masyarakat dan ahli tentang dampak sosial dan lingkungan dari produksi bahan bakar bio, terutama dalam hal penggunaan lahan yang bersaing dengan lahan pertanian dan dampak lingkungan seperti deforestasi.
Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan upaya kolaboratif dari pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat dalam pengembangan bahan bakar bio. Peningkatan teknologi produksi dan pengolahan bahan baku, pengembangan regulasi dan standar yang jelas, serta peningkatan infrastruktur dan jaringan distribusi bahan bakar bio juga menjadi kunci dalam pengembangan bahan bakar bio di Indonesia.
PT. Pertamina (Persero), sebagai perusahaan minyak dan gas milik negara Indonesia, juga telah terlibat dalam produksi dan pengembangan bahan bakar bio di Indonesia. Di mana terdapat beberapa produk bahan bakar bio yang umumnya tersedia di berbagai Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Indonesia, di antaranya yaitu seperti:
Pertamina Dex: Telah memenuhi standar Euro 4, menjadikan emisi yang dihasilkan ramah terhadap lingkungan. Mesin yang dilindungi Pertamina Dex dipadukan dengan kandungan sulfur yang rendah menjadikan mesin lebih awet dan tangguh di beragam jenis medan. Kemudian, kemurnian bahan bakar yang selalu terjaga menjamin performa, daya tahan dan efisiensi mesin yang optimal.
Biosolar: Biosolar merupakan terobosan teknologi ekologis sebagai bahan bakar alternatif yang terbuat dari bahan nabati. Biosolar tercipta dari beragam jenis tumbuhan atau tanaman seperti biji atau buah tumbuhan, sehingga bahan bakunya seperti tidak seperti bahan bakar fossil, karena dapat diperoleh kembali tanpa perlu khawatir akan hilang.
Pertamina juga telah melakukan penelitian dan pengembangan untuk meningkatkan produksi dan kualitas bahan bakar bio, termasuk dengan memanfaatkan bahan baku non-pangan seperti
limbah organik dan biomassa. Pertamina juga telah melakukan upaya dalam meningkatkan infrastruktur dan jaringan distribusi bahan bakar bio, dengan membangun stasiun pengisian bahan bakar bio di beberapa daerah di Indonesia.
Adapun selain kedua produk yang umumnya bisa ditemukan pada SPBU di Indonesia, pada dasarnya PT. Pertamina (Persero) juga menyediakan atau memproduksi bahan bakar bio lainnya seperti Bioavtur 2.4 persen atau J2.4.
Bioavtur adalah termasuk ke dalam upaya menggunakan sebagian biofuel dari industri penerbangan untuk mengurangi emisi karbon global. Salah satu kunci produksi Bioavtur adalah pengembangan katalis, yang diwujudkan Pertamina yang berkolaborasi dengan ITB.
Berawal dari sinergi riset antara Pertamina Research and Technology Innovation (Pertamina RTI) bersama dengan Pusat Rekayasa Katalisis dari Institut Teknologi Bandung (PRK-ITB) untuk mengembangkan katalis “merah-putih” untuk konversi minyak inti sawit menjadi biokatalis. komoditas tahun 2012.
Selain itu juga, kerjasama dengan PT KPI (Pertamina International Refinery) diperluas untuk melakukan uji produksi industrial co-processing di Refinery Unit (RU) IV Cilacap untuk mengolah RBDPKO blend (Refined, Bleached dan Deodorized Palm Kernel Oil). dan minyak tanah katalis merah-putih sebagai salah satu penemuan kreatif utama negara.
Setelah melalui berbagai penelitian dan uji coba, akhirnya Indonesia sukses melakukan uji coba terbang menggunakan bioavtur J2.4. Kesuksesan bioavtur tersebut membangkitkan keyakinan besar terhadap kemampuan Indonesia dalam hal memanfaatkan sumber daya lokal, khususnya kelapa sawit, untuk dapat membangun kemandirian energi nasional. Keberhasilan ini diharapkan dapat membantu mengurangi ketergantungan terhadap energi impor sehingga berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi.
Mengingat potensi pasar Bioavtur J2.4 yang bisa mencapai sekitar Rp 1.1 triliun per tahun, maka inovasi ini harus didukung oleh kebijakan fiskal, dan kebijakan keuangan serta pendanaan riset, untuk meningkatkan perekonomian Bioavtur J2.4. memanfaatkan potensi ekonomi ini untuk pembangunan bangsa. Kedepannya, Bioavtur J2.4 juga akan diterbangkan oleh pesawat komersial, sehingga potensi pasar bahan bakar inovatif tersebut dapat terus berlanjut di tanah air.
Setelah sukses menciptakan bahan bakar bio pada solar dan avtur, pemerintah di tahun 2022 kembali bekerja sama dengan Institut Teknologi Bandung (ITB) untuk melakukan uji coba produksi bensin dari minyak sawit industri (bensa) di skala pabrik percontohan. Bensin berkualitas tinggi ini menjadi parameter dalam penyusunan Feasibility Study (FS) dan Detailed Engineering Design (DED) produksi bensin yang direncanakan dan terpasang dengan kapasitas 238.5 kiloliter (jam) per hari di Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Selatan-Sumatera dan Kota Pelalawan, Provinsi Riau.
Penggunaan bahan bakar bio oleh Pertamina diharapkan dapat membantu mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan meningkatkan keberlanjutan energi di Indonesia. Selain itu, Pertamina juga berkomitmen untuk mematuhi regulasi dan standar yang berlaku
dalam produksi dan penggunaan bahan bakar bio, serta melakukan upaya untuk meminimalkan dampak lingkungan dan sosial yang mungkin terjadi.
Di akhir, bahan bakar bio merupakan salah satu alternatif yang dapat membantu mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan meningkatkan keberlanjutan energi. Pengembangan bahan bakar bio telah menjadi fokus utama di banyak negara, termasuk di Indonesia, yang memiliki sumber daya alam yang melimpah untuk memproduksi bahan bakar bio.
Namun, pengembangan bahan bakar bio masih menghadapi beberapa tantangan, seperti ketersediaan bahan baku yang terbatas, biaya produksi yang tinggi, dan infrastruktur yang belum memadai. Oleh karena itu, diperlukan upaya kolaboratif dari pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat dalam pengembangan bahan bakar bio.
Penggunaan bahan bakar bio diharapkan dapat membantu mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan keberlanjutan energi, serta menciptakan peluang ekonomi baru di sektor energi. Namun, perlu juga diperhatikan dampak lingkungan dan sosial yang mungkin terjadi dari produksi dan penggunaan bahan bakar bio, dan dilakukan upaya untuk meminimalkan dampak tersebut.
Dalam rangka mencapai tujuan pengembangan bahan bakar bio yang berkelanjutan dan efektif, perlu dilakukan secara konsisten penelitian dan juga pengembangan teknologi yang lebih canggih serta adanya regulasi dan standar yang jelas, sehingga dapat menciptakan industri bahan bakar bio yang ramah lingkungan, ekonomis dan berkelanjutan.
Ikuti Sosial Media Kami One Solution Pertamina
Linkedin : Pertamina 1 Solution
Instagram : Pertamina1solution
Facebook : Pertamina1solution