Distributor Solar

Senin, 21 Agustus 2023
Distributor Solar

Solar merupakan ialah termasuk ke dalam satu jenis bahan bakar yang dihasilkan melalui proses pengolahan dari penggunaan fraksi minyak bumi yang dihasilkan dengan cara melalui pemisahan minyak mentah dari fraksinya pada proses destilasi yang kemudian menghasilkan fraksi solar, di mana fraksi solar tersebut memiliki titik didih sebesar 250 derajat selsius hingga 300 derajat selsius. Solar tersebut biasa juga dikenal dan dianggap sebagai bahan bakar yang sangat mudah terbakar yang biasanya digunakan sebagai bahan bakar pada mesin jenis diesel, di mana umumnya pada mesin diesel bahan bakar tersebut dipicu bukan karena ketika adanya percikan api, melainkan dipicu oleh adanya panas udara yang kemudian dikompresikan di dalam silinder, melalui bahan bakar yang dikeluarkan ke dalam udara yang miliki tekanan panas. Mengenai distributor solar sendiri, selanjutnya akan lebih dibahas nantinya.

Sebelum lebih dalam menjelaskan mengenai distributor solar, terlebih dahulu diberikan penjelasan mengenai beberapa karakteristik dari solar itu sendiri, di antara yaitu:

1.      Tidak mempunyai warna atau bisa juga berwarna biasanya seperti warna kuning dan memiliki bau,

2.      Tidak bisa menguap pada suhu biasa,

3.      Adanya kandungan sulfur yang lebih tinggi dibandingkan dengan bensin dan korosen,

4.    Adanya titik nyata atau flash point kurang lebih sebesar 40 derajat selsius hingga mencapai 100 derajat selsius,

5.      Secara spontan dapat terbakar ketika berada pada suhu atau temperatur 300 derajat selsius,

6.      Bisa menghasilkan panas yang tergolong sangat tinggi, yakni sekitar 10.500 kcal per kg.

Kemudian terdapat beberapa ketentuan yang harus dipenuhi sebagai cara untuk menentukan kualitas dari solar itu sendiri, di antaranya seperti:

1.      Mudah terbakar,

2.      Sulit untuk berubah wujud menjadi beku atau padat ketika berada pada temperatur yang dingin sekalipun,

3.      Dapat membuat mesin bekerja dengan lembut dan mempunyai sifat yaitu anti knocking,

4. Haruslah memiliki tingkat kekentalan yang cukup, supaya bisa disemprotkan oleh alat yang berada di dalam mesin,

5. Sangat stabil, yaitu tidak akan mengalami perubahan pada struktur, bentuk, warna saat sedang berada dalam proses penyimpanan,

6. Mempunyai kandungan sulfur yang sangat rendah, di mana semakin rendah maka semakin baik, yang bertujuan supaya tidak berdampak buruk pada mesin diesel dan tidak menimbulkan banyak polusi.

PT Pertamina (Persero) sebagai distributor solar dan penyedia solar di Indonesia, menyediakan berbagai macam jenis solar yang dapat dipergunakan oleh masyarakat dunia, khususnya Indonesia, di antaranya seperti:

1.      Marine Fuel Oil atau MFO 180 dan MFO 380

MFO 180 merupakan solar yang memiliki kekentalan maksimum hingga sebesar 180 cSt, memiliki kadar kandungan sulfur dengan tinggi hingga maksimum 3,5% v/v, dan biasanya digunakan pada mesin dengan proses pembakaran dalam dan juga luar seperti digunakan untuk industri dan juga untuk pembangkit listrik.

MFO 380, ialah solar yang memiliki kekentalan maksimum hingga sebesar 380 cSt, memiliki kadar kandungan sulfur dengan tinggi maksimal hingga 4% v/v.

Dari kedua produk Marine Fuel Oil atau MFO yang diproduksi oleh PT Pertamina (Persero), baik itu MFO 180 dan MFO 380, spesifikasi dari kedua produk MFO telah memenuhi dan sesuai dengan Surat Keputusan dari Direktorat Jendral Minyak dan Gas Bumi No. 14496.K/14/DJM/2008.

Selain memiliki perbedaan dasar dari kekentalan bila diukur di suhu 50 derajat selsius, di mana solar jenis MFO 180 memiliki kekentalan maksimum hingga 180 cSt, dan solar jenis MFO 380 memiliki kekentalan maksimum 380 cSt, MFO 180 dan MFO 380 pada pengaplikasiannya juga berbeda. Hal tersebut terlihat pada saat pengaplikasian untuk industri dan kelautan yang sudah dilengkapi dengan sistem pemanas (heater), maka MFO 380 membutuhkan suhu pemanasan yang lebih tinggi untuk mencair bila dibandingkan dengan solar jenis MFO 180 untuk dapat menyesuaikan dengan kekentalan yang diperlukan untuk dapat diinjeksikan ke ruang bakar supaya pembakarannya lebih optimal.

Di sisi lain, apabila dilihat dari fungsi penggunaannya, maka solar jenis MFO 180 selain digunakan sebagai bahan bakar pada mesin diesel putaran rendah, umumnya juga banyak dipergunakan untuk industri yang banyak menggunakan boiler atau furnace. Sedangkan untuk solar jenis MFO 380, umumnya lebih banyak dipergunakan pada mesin diesel dengan putaran rendah pada >300 rpm seperti yang bisa dipergunakan pada mesin penggerak kapal yang sangat berat, atau bisa juga dipergunakan untuk mesin pembangkit listrik tenaga diesel dengan hasil kekuatan yang besar.

2.      Low Sulphur Fuel Oil (LFSO)

Low Sulphur Fuel Oil (LFSO) dikenal sebagai bahan bakar untuk mesin diesel yang sesuai dengan regulasi MARPOL (Marine Polution) dengan kadar sulfur yang rendah, dengan kadar sulfur rendah yaitu hanya sebesar 0,5% v/v, sudah sesuai dengan Convention Annex Regulation VI 14 yang mengharuskan untuk setiap kapal niaga wajib menggunakan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang memiliki kandungan sulfur tidak sampai 0,5% dan apabila masih ingin memakai bahan bakar berat (High Sulfur Fuel Oil / HSFO), di mana memiliki kandungan sulfur melebihi 0,5%, maka di setiap kapal yang menggunakan BBM dengan kandungan sulfur melebihi 0,5 persen diwajibkan untuk memasang exhaust gas cleaning system ataupun scrubber yang nantinya dipergunakan sebagai pereduksi polusi laut.

3.      Biosolar;

Biosolar merupakan jenis solar yang dipergunakan untuk mesin dengan putaran tinggi, yang dihasilkan melalui campuran bahan bakar destilasi jenis solar yang dicampurkan dengan bahan bakar nabati. Dengan kandungan campuran bahan bakar nabati sebanyak 30 persen atau juga disebut dengan B30, di mana telah sesuai dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No. 12 Tahun 2015 dan sesuai dengan Surat Keputusan Direktorat Jendral Minyak dan Gas Bumi No. 0234.K/10/DJM.S/2019.

4.      Pertamina Dex;

Produk solar dengan jenis Pertamina Dex (Pertadex) ialah bahan bakar yang dipergunakan untuk mesin dengan putaran tinggi, memiliki kandungan sulfur yang sangat rendah, sesuai dengan Standar Emisi Euro 3, dan juga telah memenuhi spesifikasi yang ditentukan oleh Surat Keputusan Direktorat Jendral Minyak dan Gas No. 3675.K/2/DJM/2006.

Pada Pertamina Dex, ialah jenis solar yang memiliki nomor cetane 53 dan kandungan sulfur tidak sampai 300, dan memiliki berbagai kandungan zat aditif yang bermacam jenisnya, dan dengan kelebihannya masing-masing, seperti:

-   Demulsifier, zat aditif ini berfungsi sebagai penjaga dari kemurnian Pertamina Dex supaya tidak adanya campuran air di dalamnya,

-   Detergency, zat aditif ini berfungsi sebagai pembersih mesin dari adanya kelebihan karbon,

-   Corrosion Inhibitor, zat aditif ini berfungsi sebagai pelindung supaya tidak terdapat adanya karat,

-   Anti-foaming, zat aditif ini berfungsi sebagai pencegah supaya tidak muncul buih yang bisa menjadikan suplai bahan bakar ke mesin menjadi tersendat.

Penggunakan Pertamina Dex pada mesin diesel, maka pembakaran pada mesin yang menggunakan bahan bakar solar jenis Pertamina Dex akan menjadi lebih sempurna, dan juga menghasilkan suara mesin yang lebih halus dan membuat kinerja mesin menjadi lebih bertenaga. Selain itu, solar jenis Pertamina Dex juga memiliki kandungan sulfur yang sangat rendah dan memiliki salah satu kandungan zat aditif di dalamnya yang berfungsi sebagai mencegah korosi pada tempat penyimpanan dan saluran bahan bakar. Solar jenis Pertamina Dex ini sangat cocok untuk dipergunakan pada mesin diesel berputaran tinggi, dan juga sesuai untuk mesin diesel yang memiliki teknologi yang lebih baru lagi nantinya.

5.      Dexlite

Meskipun memiliki kata Dex, Dexlite denga Pertamina Dex adalah jenis solar yang berbeda meskipun keduanya merupakan bahan bakar yang dipergunakan pada mesin dengan jenis mesin yang menggunakan bahan bakar diesel.

Pertamina Dex dan Dexlite memiliki beberapa perbedaan seperti pada kandungan yang dimiliki kedua jenis bahan bakar tersebut, di mana kandungan setana dan sulfur di kedua bahan bakar tersebut tidaklah sama.

Pada Dexlite, kandungan cetane berada di angka 51. Apabila pada Pertamina Dex, kandungan cetane berada di angka 53. Selain itu, untuk kandungan sulfur, Dexlite memiliki kandungan sulfur maksimal sebesar 1.200 ppm. Berbeda dengan Pertamina Dex yang hanya memiliki kandungan sulfur kurang dari 300 ppm dan telah memenuhi Standar Emisi Euro 3.

6.     Marine Gas Oil -5;

Marine Gas Oil -5 (MGO-5) ini adalah jenis solar untuk bahan bakar mesin diesel dengan putaran tinggi, dan juga memiliki kadar titik tuang yang rendah menjadikannya stabil jika berada pada suhu dingin atau rendah sekalipun. Produk Marine Gas Oil -5 (MGO-5) ini sangatlah direkomendasikan khususnya untuk kendaraan kapal yang akan melakukan perjalanan ke tempat-tempat subtropis atau bisa juga menuju tempat-tempat yang memiliki suhu atau temperatur yang rendah atau juga dingin.

Keseluruhan produk jenis solar yang diproduksi oleh PT Pertamina (Persero) mayoritasnya telah memenuhi berbagai spesifikasi dan ketentuan, baik itu dari nasional maupun internasional seperti memenuhi Surat Keputusan Direktorat Jendral Minyak dan Gas, Euro 3 atau European Emission Standard 3 di mana merupakan salah satu standar emisi hidrokarbon dan karbon monoksida yang dapat diterima di negara-negara di Uni Eropa, dan juga produk jenis solar PT Pertamina (Persero) telah sesuai dengan MARPOL (Marine Pollution).

Baca Artikel Lainnya : Harga Solar Industri dan Jenis-Jenisnya

MARPOL (Marine Pollution) bagi bahan bakar jenis solar atau Peraturan Marpol 73 78 adalah hasil dari konvensi internasional sebagai pencegahan dari timbulnya polusi di sektor perkapalan pada tahun 1973, dan kemudian disempurnakan dengan adanya Peraturan Keselamatan Kapal dan Pencegahan Polusi Internasional di tahun 1978. Setelah itu, hingga saat ini disebut dengan Marpol 73/78. Peraturan-peraturan tersebut tercipta dimulai ketika mulai terdapat banyak kapal-kapal yang melaut dengan mengangkut minyak pada tahun 1885, dan penggunaan mesin dengan bahan bakar jenis solar, dan barulah muncul permasalahan pencemaran laut yang tak lain merupakan hal yang disebabkan oleh minyak itu sendiri.

Selain itu, Standar Emisi Euro ialah Standar Emisi Euro yang bermula pada tahun 1992 di Uni Eropa, di mana pada saat itu sudah mulai terdapat banyak kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar minyak dalam jumlah yang besar, yang menimbulkan dampak pada peningkatan gas buang atau emisi. Emisi kendaraan itu sendiri sudah mengandung gas karbon dioksida atau disebut CO2, nitrogen oksida atau disebut NOx, hidrokarbon atau disebut HC, dan kandungan lain di dalamnya seperti particulate matter atau PM. Dampaknya adalah gas buang atau emisi yang mengandung polutan di dalamnya akan naik dan kadar pencemaran di udara menjadi meningkat.

Selain itu, emisi pada kendaraan atau mesin dengan bahan bakar jenis bensin dan diesel mengandung karbon dioksida atau disebut dengan CO2, karbon moniksida atau disebut dengan CO, nitrogen oksida atau disebut dengan NOx, volatile hydro karbon atu disebut dengan VHC, dan partikel lainnya yang memiliki efek negatif bagi manusia ataupun juga lingkungan apabila berbagai kandungan tersebut melebihi batas ambang wajar tertentu. Berawal dari hal tersebut, maka terciptalah Standar Emisi Euro 1, di mana pada Standar Emisi Euro 1, di sana telah mewajibkan untuk dipergunakannya katalis pada mobil dengan bahan bakar bensin.

Di mana setidaknya terdapat 6 kategori dari standar emisi yang ditetapkan oleh Uni Eropa yang bertujuan sebagai cara untuk memperbaiki kondisi lingkungan, khususnya dalam hal memperbaiki kondisi kualitas udara di dunia. Adapun Standar Emisi Euro yang telah diterapkan, di antaranya yaitu Euro 1 pada tahun 1992, Euro 2 pada tahun 1996, Euro 3 di tahun 2000, Euro 4 di tahun 2005, dan Euro 5 pada tahun 2009, serta Euro 6 pada tahun 2014. Spesifikasi dari masing-masing Standar Emisi Euro tersebut, di antaranya seperti:

1.      Euro 1

Konverter katalis dan mesin timbal untuk mobil baru mulai diperkenalkan. Euro 1 juga memberikan batas emisi bensin CO: 2,72 g/km dan juga HC + NOx: 0,97 g/km, serta particulate matter atau PM: 0,15 g/km,

2.      Euro 2

Di sini mulai diperkenalkan batas emisi yang berbeda untuk setiap jenis mesin, yaitu jenis mesin bensin dan diesel pada empat parameter emisi. Pada Emisi Euro 2, batas emisi bensin yaitu sebesar CO: 2,20 g/km, dan HC + NOx: 0,50 g/km, dan untuk mesin diesel batas emisinya yaitu sebesar CO: 1,00 g/km, HC + NOx: 0,70 g/km, dan PM: 0,08 g/km,

3.      Euro 3

Emisi Euro 3, sudah mulai dilakukan pemisahan spesifikasi pada emisi hidrokarbon atau disebut juga HC, dan nitrogen oksida atau disebut juga NOx untuk mesin jenis bensin dan mesin jenis diesel. Untuk mesin jenis bensin, kandungan batas emisinya yaitu CO: 2,30 g/km, HC: 0,20 g/km, dan NOx: 0,15 g/km. Sedangkan untuk mesin jenis diesel, kandungan batas emisinya yaitu CO: 0,64 g/km, HC: 0,56 g/km, dan PM sebesar 0,05 g/km,

4.      Euro 4

Pada Euro 4, terdapat pengurangan yang sangat derastis pada particulate matter atau PM dan nitrogen oksida atau disebut juga NOx yang berlaku untuk mesin diesel. Oleh karena itu, kendaraan dengan mesin diesel pada Standar Emisi Euro 4 mendapatkan filter partikel diesel yang bisa menampung 99 persen partikulat.

Adapun batasan emisi untuk mesin bensin, terbatas berkisar hanya CO: 1,00 g/km, HC: 0,10 g/km, dan NOx: 0,08 g/km. Kemudian, untuk emisi pada mesin diesel terbatas hanya sebesar CO: 0,50 g/km, HC + NOx: 0,30 g/km, dan NOx: 0,25 g/km, serta PM: 0,025 g/km,

5.      Euro 5

Standar Emisi Euro 5, mulailah diperkenalkan Diesel Particulate Filter atau DPF untuk semua kendaraan dengan mesin jenis diesel, dan untuk batas partikulat juga diperkenalkan untuk mesin jenis bensin direct injection.

Dengan batasan untuk emisi bensin hanya sebesar CO: 1,00 g/km, HC: 0,10 g/km, NOx: 0,06 g/km, dan PM: 0,005 g/km. Sedangkan apabila untuk mesin jenis diesel, batas emisinya terbatas hanya sebesar CO: 0,50 g/km, HC + NOx: 0,23 g/km, NOx: 0,18 g/km, dan PM: 0,005 g/km,

6.      Euro 6

Standar Emisi Euro 6, terjadi penurunan begitu derastis sebesar 67 persen pada tingkat nitrogen oksida atau disebut juga NOx yang diperbolehkan untuk mesin dengan bahan bakar diesel, dan juga terdapat pengenalan batas jumlah partikel untuk mesin dengan bahan bakar bensin. Pada Standar Emisi Euro 6, produsen mobil menggunakan dua jenis metode untuk memenuhi batas-batas diesel pada Standar Emisi Euro 6, dengan cara mereduksi katalitik selektif dan juga sistem regulasi gas buang dipasang bertujuan untuk menggantikan beberapa gas buang yang bertujuan untuk mengurangi jumlah nitrogen yang bisa diubah menjadi NOx.

Standar Emisi Euro 6, membatasi emisi pada mesin dengan bahar bakar bensin, yaitu terbatas hanya sebesar CO: 1,00 g/km, HC: 0,10 g/km, NOx: 0,06 g/km, dan PM: 0,005 g/km. Sedangkan untuk jenis mesin dengan bahan bakar diesel terbatas hanya sebesar CO: 0,50 g/km, HC + NOx: 0,17 g/km, NOx: 0,08 g/km, dan sebesar PM: 0,005 g/km.

Adapun apabila ingin mendapatkan informasi lebih banyak mengenai distributor solar PT Pertamina (Persero), maka dapat dengan melakukan akses internet melalui website www.pertamina.com, dan bisa juga mengakses website One Solution Pertamina Kemudian juga bisa didapatkan dengan cara menghubungi Pertamina Call Center atau PCC di 135, apabila ingin mendapatkan informasi terpercaya mengenai distributor solar PT Pertamina (Persero) dan juga pelayanan terbaik yang tersedia lainnya.


Ikuti Sosial Media Kami One Solution Pertamina

Linkedin   Pertamina 1 Solution

Instagram : Pertamina1solution

Facebook  Pertamina1solution